Nestapa Kehidupan Guru Honorer di Sula ‘Dilema Antara Gaji Rendah, Pengabdian Tanpa Kepastian dan Cinta Pekerjaan

 Ibu Nurhayati Basahona, Guru Honorer di Desa Waigoiyofa,  Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) 

Disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Meski begitu, masih banyak guru yang menerima upah tak layak. Padahal, mereka sudah mengabdi berpuluh-puluh tahun lamanya mencetak generasi muda menjadi orang-orang hebat.

Kasno Pora, Sanana

Harian Malut.id- Menerima gaji yang jauh dari kata layak walaupun telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tanpa kepastian status kerja. Mereka terpaksa mencari pekerjaan sampingan demi bertahan hidup. Namun, mereka memutuskan tetap bertahan karena satu hal, yaitu mencintai pekerjaan.

Seperti  yang dialami oleh Ibu Nurhayati Basahona, seorang guru honorer di Desa Waigoiyofa,  Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Maluku Utara.

Nurhayati yang sudah mendidikasikan hidupnya di dunia pendidikan,  selama 17 tahun, adalah salah satu tenaga guru yang mendapat penghargaan oleh Pemkab Sula, sebagai guru honorer paling lama, pada momentum peringatan HUT PGRI ke-76 dan HGN.

Nurhayati kepada Harian Malut .Id  disela-sela  usai puncak peringatan HUT PGRI ke-76,  di halaman Istana Daerah yang terletak di Desa  Fagudu, Kecamatan  Sanana,  Kamis(26/11/2021,  mengisahkan, profesi sebagai tenaga guru honorer itu, telah dijalani sejak tahun 2003 silam. Awalnya ia mengajar di  Madrasah Ibtidaiyah.  Kemudian ditahun 2017, pindah lagi ke Sekolah Dasar (SD) Negeri Waigoiyofa.

  Honor yang diterimanya saat mengajar di Madrasah ibtidaiyah maksimal Rp 50 Ribu.
Hal ini dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Kalau di Falabisahaya tahun 2003-2004 itu saya bertahan dengan gaji Rp 50 ribu. Tapi  Alhamdulillah sekarang saya di Desa Waigoiyofa saat ini gaji saya Rp  250 ribu,” tuturnya.

Dengan gaji honor yang tergolong kecil, namun dirinya tidak pernah  mengeluh soal gaji, yang penting bisa mendidik peserta didik demi generasi muda Sula Kedepan.

Dirinya saat ini mengajar mata pelajaran Agama Islam dari Kelas I sampai dengan kelas VI.

“Setiap hari itu saya mengajar mulai dari hari Senin saya mengajar kelas I, Selasa Kelas II dan seterusnya sampai dengan hari Sabtu saya mengajar di kelas VI,” akunya.

Di usia yang sudah menginjak 47 tahun, semangat Ibu tiga anak ini bahkan tidak pernah surut, dengan dengan mampu menyekolahkan anaknya dua orang di perguruan tinggi.

“Saat ini anak saya dua orang kuliah di Ternate, pekerjaan suami saya sehari- hari hanya  membakar arang tempurung untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah anak-anak kami,” terangnya.

Dia pun berharap seperti halnya teman-teman guru honorer lainya,  diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil( PNS).(K-P/Man)

Related Articles

Back to top button